Menurut Bank Dunia, Tahun 2005 di Indonesia ada sekitar 80 persen satwa liar spesies kunci berada di luar hutan konservasi di dataran rendah. Hal ini menjadi salah satu dasar bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendorong wilayah-wilayah itu menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Dengan menjadi KEE, wilayah tersebut akan mendapatkan perhatian dari pemerintah agar ekosistemnya terjaga dan lestari yang pada akhirnya dapat menjamin keberadaan satwa spesies kunci.
Salah satu ekosistem yang mendapat perhatian adalah ekosistem mangrove. Mangrove sering disebut hutan bakau, merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Fungsi ekosistem mangrove sangat banyak, diantaranya menjaga stabilitas pantai, mencegah abrasi, menangkap sedimen (mencegah sedimentasi), tempat hidup berbagai satwa burung, ikan, mamalia, dan aneka binatang, meredam gelombang tinggi (tsunami), dan sebagai obyek destinasi wisata alam.
Di Kabupaten Lombok Barat dengan panjang garis pantai mencapai kurang lebih 235 kilometer (Sumber: Perhitungan dari Peta RBI 1:25.000) terdapat beberapa segmen pantai yang memiliki ekosistem mangrove. Salah satu yang sangat menonjol terlihat adalah di Teluk Lembar. Panjang garis pantai d Teluk Lembar kurang lebih 27 kilometer membentang dari Pantai Cemare hingga Pantai Kadinan. Lokasi yang paling banyak ditumbuhi mangrove adalah di sisi utara (Dusun Cemare) dan sisi selatan (Desa Cendi Manik dan Desa Yet Mayang/Lembar).
Akhir tahun 2017, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB melalui Barat, Dinas Lingkungan Hidup Lombok Barat menginisiasi Forum Pelestari Mangrove Lombok Barat sebagai tempat untuk berkumpul berdiskusi melestarikan ekosistem mangrove di Lombok Barat. Sebagai kelanjutannya akan ditetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Lombok Barat pada tahun 2018.
Desa Cendi Manik dengan luasan mangrove yang dari waktu ke waktu terus bertambah seiring dengan program rehabilitasi kawasan pesisir oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar pada tahun 2016, terus berupaya untuk melestarikan dan mendayagunakan ekosistem mangrove. Sekelompok masyarakat setempat/lokal yang mewadahi dirinya sebagai kelompok masyarakat telah terbentuk dengan tugas utama melakukan pelestarian dan pedayagunaan ekosistem mangrove. Kelompok ini bernama Pokmaslawisma (Kelompok Masyarakat Pengelola Ekowisata Mangrove) Bagek Kembar. Pendekatan yang digunakan adalah pengelolaan ekowisata mangrove. Adanya program pemerintah untuk menjadikan kawasan mangrove Teluk Lembar sebagai KEE mangrove tentu disambut gembira oleh Pokmaslawisma Bagek Kembar. Kawasan Mangrove Bagek Kembar adalah bagian tak terpisahkan dari KEE Mangrove Teluk Lembar Lombok Barat.
No comments:
Post a Comment